Postingan

Pembelajaran dari Kedatangan Seekor Kucing Sakit

Gambar
  Teringat saat tugas belajar di Surabaya dulu. Saya memarahi Bapak, gegara Bapak membuang kucing yang sedang hamil. Menangis saya tumpahkan  lewat telepon. Sementara, teman kost sekamar, Bu Jar  hanya tertawa. "Hanya kucing Bu Min," ledeknya. Saya hanya menimpal alakadarnya. Ya, memang hanya seekor kucing.  Seperti yang sedang saya alami sekarang, kurang lebih sebulan, kedatangan seekor kucing sakit. Entah dari mana, boleh jadi ada yang membuangnya. Sering saya menerima kedatangan kucing kecil yang dibuang hingga kucing itu pergi lagi. Sementara saya beri makan sementara itu pula kucing tak ada entah kemana.  Saat ini saya memelihara sekaligus tanggungan memberi makan kucing antara tujuh sampai 10 ekor kucing, pernah sampai 12 kucing. Naah, terakhir justru kedatangan kucing sakit itu.  Warnanya coklat keabuan, sebut saja Si Coklat. Badannya kurus, matanya beraair, bulunya sudah pasa rontok, belum lagi korengan, ditambah dengan ekornya borok berair.  Datangnya Si Coklat bersa

REKAMAN CCTV

Gambar
Kamis, 18 April 2024, pukul 18.35, saya menerima telepon dari Pak Fanny. Ia mengatakan bahwa ada dua orang siswa terekam CCTV di salah satu objek wisata dekat sekolah melakukan perbuatan A-susila. Masyarakat seolah sudah ramai membicarakan  hal tersebut. Pak Fanny sendiri mengungkapkan ketidakpercayaannya, boleh jadi itu hanya hoax belaka.  Saya terima laporan Pak Fanny. Ada rasa kaget, tetapi juga perlu dikaji ulang kalau-kalau perbuatan itu  tidak benar adanya. Saat itu juga saya  putuskan ke Pak Fanny untuk menindaklanjuti masalah. Untuk sementara seperti yang Pak Fanny katakan, sudah berbicara dengan Pak Agus bendahara sekolah. Pak Agus akan menggubungi langsung kepala desa tempat atau lokasi wisata itu berada, sekaligus menanyakan rekaman CCTV untuk membuktikan berita negatif tersebut.  Usai berbicara panjang lebar di telepon dengan Pak Fanny, saya pun menelpon Pak Agus. Pak Agus mengonfirmasi besok dengan Pak Deni selaku  humas, siap nenghibungi Kades tempat wisata itu. Saya sepa

TRADISI MUDIK IDUL FITRI

Gambar
Bahagia itu nampak terpancar pada wajah anggota keluarga   tatkala perjalanan mudik lebaran.  Suasana demikian merupakan hal wajar sebab apa yang diharapkan dan  telah dipersiapkan selama kurang lebih setahun lamanya baru saja teralami. Seperti yang siang ini saya alami sepulang Salat Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 10 April 2024, kami melakukan perjalanan mudik menuju Purwakarta. Tujuan utama mudik  selain berlebaran dengan orang tua (ibu) dan saudara, juga  menjemput Ibu untuk dilanjut perjalanan mudik ke Garut (kampung halaman suami). Kami sekeluarga termasuk cucu pertama yang  berusia belum sampai tiga tahun turut serta dalam perjalanan mudik ini.  Sebagaimana Bapak ajarkan dulu ketika masih ada, Beliau selalu menanamkan bahwa bawalah anak-anak mudik ke desa selagi ada waktu. Dan memang usahakan minimal satu tahun sekali mudik ke desa. Kenalkan anak-anak pada saudara dan situasi desa agar kelak mereka tidak melupakan saudara dan kampung halamannya.  Renc

POLA HIDUP DAN BERBAGI

Masih terngiang dalam ingatan ini ketika Bapak masih ada  selalu mengingatkan pada saya, adik, dan kakak bahwa berumah tangga yang baik itu memiliki prinsip dan target, yakni membangun pola hidup sederhana, dapat menyisihkan anggaran rumah tangga atau menabung, dan bisa berbagi. Sungguh, merupakan target dan prinsip berumah tangga  yang sesuai tuntutan agama dan karakter kepribadian bangsa.  Adalah banyak penomena yang terjadi saat ini, ketika pengeluaran rumah tangga lebih besar dari pada pemasukan. Peribahasa besar pasak daripada tiang. Artinya, pendapatan yang diperoleh dari penghasilan pekerjaan lebih kecil dari belanja rumah tangga. Pada akhirnya keuangan rumah tangga devisit secara terus menerus. Hal tersebut terjadi karena pola hidup mewah atau pola hedonisme.  Pola hidup tidak sederhana atau sebut saja gaya hidup mewah yang penulis amati di antaranya penggunaan kartu kredit yang tidak berimbang. Penggunaan kartu kredit terjadi   yang penting terpenuhi terlebih dahulu kebutuhan

IBU DAN PENANAMAN KARAKTER KESANTUNAN

 IBU DAN PENANAMAN KARAKTER KESANTUNAN Betapa bahagia ketika kita masih sempat makan bersama Ibu tercinta. Makan bersama dengan anak-anak  bahkan  dengan cucu kesayangan. Wajah-wajah ceria penuh keakraban dan senda gurau yang memukau. Apalagi makan bersama  pada saat bulan puasa seperti buka bersama di Bulan Ramadan tahun ini. Bulan penuh berkah dan ampunan dari-Nya.  Adalah menarik untuk diperbincangkan dan sejatinya ini menjadi inspirasi dan teladan. Ketika makan bersama saat sahur beberapa waktu lalu melihat Ibu geser tempat duduk untuk sekadar memberi tempat duduk atau kursi untuk Cucu tercinta. Betapa hati ini terharu dan bangga bagaimana melihat tingkah Ibu yang sungguh mulia terhadap sang Cucu. Tidak terbantahkan pula bagaimana mulya dan santunnya kepada anak-anak. Hal seperti ini boleh jadi merupakan hal mahal yang sudah jarang kita temukan. Atau masih banyakkah anak-anak muda yang memiliki jiwa peduli serta santun seperti yang penulis gambarkan di atas? Jawabnya pastilah masih

PUASA DAN TRADISI SESAJEN

 PUASA DAN TRADISI SESAJEN Sepulang taraweh tak terasa air mata menetes deras. Bayangan dan  sosok dari seorang Bapak yang kini menghuni alam kubur, kembali melukis pikiran dan kenangan yang telah berlalu, yakni  menginjak tahun kedua di bulan puasa ini. Pandangan hidup dan harapan Bapak saat Bapak masih ada menyeruak lagi bersamaan dengan derasnya air mata yang tanpa diundang.  Beberapa waktu lalu saya melihat video di tiktok ada salah seorang ustad yang mengemukakan bagaimana seorang yang ada dalam kubur rindu  akan bulan puasa. Rindu akan bulan penuh rahmat dan ampunan. Sedang mereka yang di alam kubur sudah tak lagi mengalami bulan serupa seperti kita yang masih menggenggam asa dunia.  Dalam tangis itu, kembali saya mengingat Bapak ketika masih ada. Bagaimana saat bulan puasa sebelum dan sesudah beralih dari tradisi kearifan lokal. Masih ingat waktu saya masih kecil di hari puasa terakhir suka berbuka sebelum magrib. Bukan saya saja yang saat itu  masih kecil, Kakak, Bapak, Ibu pun

Tak Mudah Menggerakkan Warga Sekolah untuk Menulis

Gambar
  Tak Mudah Menggerakkan Warga Sekolah untuk Menulis Rasanya tak ada kebanggaan yang lebih ketika dalam kegiatan-kegiatan tertentu  peserta antusias mengikuti apa yang kita sajikan. Demikian hal nya  pelatihan menulis yang saya bimbing ini (30/0/2024). Mereka ambil bagian dalam tulisan masing-masing. Saya menuntut mereka untuk menulis sebuah puisi, pada akhirnya terwujud sudah puisi dari peserta.  Sebagaimana hasil diskusi dengan tim guru pembimbing literasi (GPL), diputuskan bahwa untuk menulis buku antologi puisi sekolah perlu secara serempak pelatihan dan menulis puisi. Sasaran peserta pelatihan adalah siswa, guru, dan tendik. Mengapa begitu? Pertama untuk mengurangi kemungkinan penulis buku antologi menjiplak karya orang lain. Kedua, dengan spontanitas menulis puisi peserta pelatihan bisa menghasilkan karya tidak berlama-lama. Ketiga, menghasilkan karya orisinal dari para penulis buku. Saat pelatihan menulis untuk siswa, saya dibantu oleh para Guru Pembimbing Literasi (GPL). Dengan