Pembelajaran dari Kedatangan Seekor Kucing Sakit
Teringat saat tugas belajar di Surabaya dulu. Saya memarahi Bapak, gegara Bapak membuang kucing yang sedang hamil. Menangis saya tumpahkan lewat telepon. Sementara, teman kost sekamar, Bu Jar hanya tertawa. "Hanya kucing Bu Min," ledeknya. Saya hanya menimpal alakadarnya. Ya, memang hanya seekor kucing.
Seperti yang sedang saya alami sekarang, kurang lebih sebulan, kedatangan seekor kucing sakit. Entah dari mana, boleh jadi ada yang membuangnya. Sering saya menerima kedatangan kucing kecil yang dibuang hingga kucing itu pergi lagi. Sementara saya beri makan sementara itu pula kucing tak ada entah kemana.
Saat ini saya memelihara sekaligus tanggungan memberi makan kucing antara tujuh sampai 10 ekor kucing, pernah sampai 12 kucing. Naah, terakhir justru kedatangan kucing sakit itu. Warnanya coklat keabuan, sebut saja Si Coklat. Badannya kurus, matanya beraair, bulunya sudah pasa rontok, belum lagi korengan, ditambah dengan ekornya borok berair.
Datangnya Si Coklat bersamaan dengan saat memberi makan sembilan kucing pagi hari. Entah dari mana datangnya, Si Coklat langsung menyerbu nasi yang telah dicampur pindang. Kelihatan lari sempoyongan memburu nasi tersebut. Saya kaget, senyum sendiri, tetapi kasihan juga. Dalam hati, bergumam; "Nih kucing jelek, sempoyongan seperti sedang sakau datang dari mana?" Ya, sudah saya tak menghiraukannya lagi, yang penting Si Coklat ikut makan karena seperti yang kelaparan.
Lebih dari dua minggu sejak bulan puasa Si Coklat terus tinggal dan makan di tempat saya. Semakin lama badannya semakin repot. Saya tak sempat mengobati kucing itu. Padahal kalau memang sakit kucingnya agak ringan, kucing sebelumnya suka saya obati. Misalnya saja kalau korengan diobati dan dimandikan dengan rebusan air sirih. Kalau luka karena kucing berkelahi atau borok ya, diobati dengan getah batang pohon pisang. Atau minimal seperti yang keracunan diberi air kopi tanpa gula atau madu.
Untuk Si Coklat ini sakitnya sudah parah, tetapi makannya tetap lahap seperti yang kelaparan terus. Akhirnya Si Coklat tak menopang badannya lagi. Si Coklat hanya terbaring lemah. Mulanya ia masih masuk mskan nasi atau bold. Hari berikutnya kasihan juga, saya belikan wiskas basah. Dengan harapan moga ada keajaiban Si Coklat dapat sembuh. Lambat laun diberi makan dengan disuapi pun sudah tak masuk. Akhirnya, hanya diberi minum air campur madu.
Tiga hari Si Coklat tergeletak tak berdaya. Saya menangisi kucing tersebut sampai dua kali. Pertama saat memberi minum madu. Ketika itu, Si Coklat badannya menggigil sambil meraung kesakitan. Ya, ampun! Saya tak tega, teringat juga bagaimana orang-orang yang akan meninggal dunia biasanya suka disertai demam tinggi. Saya hsnya berdoa pada-Nya bahwa seandainya kucing ini akan mati, saya meminta agar diambil secepatnta. Namun, jiga masih panjang umurnya, maka berilah keajaiban.
Nangis kedua kali, saat pagi hari melihat dan memegang tubuh Si Coklat sudah dingin dan kaku. Artinya Si Coklat sudah mati. Saya usap tubuhnya, saya minta maaf padanya, saya tak bisa merawat sepenuhnya. Si Coklat pada akhirnya saya kuburkan.
Kejadian numpang lewatnya kucing sakit seperti Si Coklat itu memberi pelajaran bagi saya dan keluarga. Pembelajaran itu berupa dapat meningkatkan rasa empati, tanggung jawab, dan kesabaran. Bersyukur keluarga pun sama merasa iba pada Si Coklat iru.
Teringat kembali pada Bapak pada kejadian setelah membuang kucing. Bapak pada sisa masa hidupnya jadi penyayang terhadap kucing. Beluau merasakan bagaimana nikmatnya hidup menyayangi terhadap kucing. Sehingga Si Endut, kucing kesayangan Bapak yang masih ada sampai saat ini, ketika Bapak meninggal Si Endut bolak-balik menunggu jenazah Bapak sebelum Bapak dikebumikan. Ah, Si Coklat! Ceritamu, menggoreskan kembali kenangan pada Bapak yang telah tiada. Moga Bapak nyaman dan lapang di Alam Kubur. Aamiin
Masya Allah. Ikut terhanyut terbawa perasaan penulis juga (Abah atau Bu Inin?). Banyak pelajaran baik yang bisa saya ambil. Diantaranya, 1) Perlakuan terhadap kucing2 yang datang, barakallah, mencerminkan orang2 yang disinggahi; 2) Penerimaan semua anggota keluarga, insya Allah, memang sudah mencerminkan ridho Allah yaa Rahman Rahim, 3) Allah sang Maha Pemelihara tidak akan mengirim makhluk-makhlukNya yang lain ke orang2 yang salah, yang nihil dan/atau minus rasa kasih sayangnya, dan terakhir) kedatngan dan kebetahan kuncing-kucing itu adalah, insya Allah, cerminan keberkhahan rizki Ilahi dalam arti seluas2nya. Barakallah, Abah Inin sklrg.
BalasHapusAamin Yaa Robbal Aalamiin. Mtr nuwun Bapak!
BalasHapusAllah tidak salah mengirimkan di Coklat ke rumah Teteh....
BalasHapusAamin Yaa Robbal Aalamiin. Mksh Teh!
HapusKucing binatang kesayangan Rasul. Sesama makhluk Allah kita harus saling menyayangi
BalasHapusSiap, mksh Bun!
Hapus