POLA HIDUP DAN BERBAGI
Masih terngiang dalam ingatan ini ketika Bapak masih ada selalu mengingatkan pada saya, adik, dan kakak bahwa berumah tangga yang baik itu memiliki prinsip dan target, yakni membangun pola hidup sederhana, dapat menyisihkan anggaran rumah tangga atau menabung, dan bisa berbagi. Sungguh, merupakan target dan prinsip berumah tangga yang sesuai tuntutan agama dan karakter kepribadian bangsa.
Adalah banyak penomena yang terjadi saat ini, ketika pengeluaran rumah tangga lebih besar dari pada pemasukan. Peribahasa besar pasak daripada tiang. Artinya, pendapatan yang diperoleh dari penghasilan pekerjaan lebih kecil dari belanja rumah tangga. Pada akhirnya keuangan rumah tangga devisit secara terus menerus. Hal tersebut terjadi karena pola hidup mewah atau pola hedonisme.
Pola hidup tidak sederhana atau sebut saja gaya hidup mewah yang penulis amati di antaranya penggunaan kartu kredit yang tidak berimbang. Penggunaan kartu kredit terjadi yang penting terpenuhi terlebih dahulu kebutuhan ataupun keinginan, bayar kredit belakangan. Inilah pola hidup mewah. Alih- alih bisa menabung, yang sudah didapat pun bisa tekor.
Gaya hidup mewah terjadi karena kurang kendali diri. Boleh jadi karena didikan orang tua dari sejak kecil yang selalu terpenuhi apa pun keiinginan sang anak. Saya masih ingat ketika anak sulung ingin membeli mobil-mobilan. Bapak saat itu memberi tahu, "Coba Min biasakan ke anak jangan memberi jajan apalagi mainan tiap waktu! Apalagi setiap anak nangis, diberi. Biasakan misal membeli mobil-mobilan hanya pada saat gajian. Beritahukan pula pada anak, biar anak juga punya batas. Tidak setiap keinginan anak harus dipenuhi!"
Bapak memaparkan hal memberi anak panjang lebar. Intinya tidak semua keiinginan anak perlu dipenuhi, tetapi ajarkan pola sederhana dan tanggung jawab. Semua punya konsekuensi. Misal, anak punya keinginan, minimal anak kerja keras terlebih dahulu.
Selanjutnya, karena saya dididik hidup prihatin atau sederhana akhirnya pada anak pun menanamkan jangan coba-coba menggunakan barang orang lain seperti motor, atau mobil kalau merasa belum punya. Mendidik demikian ternyata tidak selamanya bisa dikatakan benar juga. Karena apa? Akhirnya anak saya karena belum memiliki mobil, jadi sampai sekarang pun belum bisa mengendarai mobil. Boleh jadi takut atau segan pada bapaknya, juga tertanam pada anak, jika belum punya jangan mencoba punya barang orang lain.
Bapak selalu menanamkan, 'Ajarkan dan biasakan anak dengan pola hidup sederhana. Jika diawali dengan kesedehanaan, manakala hidup belum berhasil, menjalani hidup seadanya karena sudah terbiasa tidak akan tersiksa. Sebaliknya, jika sudah tertanam gaya hidup mewah sedangkan nasib baik belum berpihak, kasihan, dipastikan hidup menderita.
Dengan menanamkan pola hidup sederhana, boleh jadi jika semangat bekerja pendapatan akan bertambah. Secara otomatis, selanjut kita akan berusaha menyisihkan pendapatan keluarga untuk menabung. Tidak hanya menabung, mengembangkan usaha, dan berbagi pun dapat kita lakukan.
Ketika kita berbagi pada orang tua, saudara, ataupun tetangga, harus dibedakan dengan meminjamkan. Bapak menanamkan demikian. Jangan sampai campur aduk antara memberi atau berbagi dengan meminjamkan. Untuk apa? Agar semua pihak diberi ketenangan. Minjam dengan perjanjian, memberi dengan ikllas akan diberi kebahagiaan, lahir maupun batin. Seperti yang kami lakukan menjelang idul fitri ini. Menyisihkan sebagian harta termasuk di dalamnya zakat dan infak merupakan langkah ibadah yang sudah tertanam. Walaupun sebetulnya berbagi tidak hanya menjelang dan saat Idul Fitri saja. Setiap waktu, bahkan dalam keadaan terjepit pun mestinya kita berbagi. Berbagi sesuai kemampuan.
Pola hidup orang tua yang sederhana dan kita tanamkan pada anak, dapat disimpulkan akan berdampak pada pola dan prinsip hidup yang lain. Termasuk bisa menabung, mengembangkan usaha, bahkan bisa berbagi. Nilai disiplin, tanggung jawab, peduli, dan empatik mengiringi sikap dan gaya hidup tersebut. Semoga!
Bandung Barat, 5 April 2024
Komentar
Posting Komentar