Tak Mudah Menggerakkan Warga Sekolah untuk Menulis
Tak Mudah Menggerakkan Warga Sekolah untuk Menulis
Rasanya tak ada kebanggaan yang lebih ketika dalam kegiatan-kegiatan tertentu peserta antusias mengikuti apa yang kita sajikan. Demikian hal nya pelatihan menulis yang saya bimbing ini (30/0/2024). Mereka ambil bagian dalam tulisan masing-masing. Saya menuntut mereka untuk menulis sebuah puisi, pada akhirnya terwujud sudah puisi dari peserta.
Sebagaimana hasil diskusi dengan tim guru pembimbing literasi (GPL), diputuskan bahwa untuk menulis buku antologi puisi sekolah perlu secara serempak pelatihan dan menulis puisi. Sasaran peserta pelatihan adalah siswa, guru, dan tendik. Mengapa begitu? Pertama untuk mengurangi kemungkinan penulis buku antologi menjiplak karya orang lain. Kedua, dengan spontanitas menulis puisi peserta pelatihan bisa menghasilkan karya tidak berlama-lama. Ketiga, menghasilkan karya orisinal dari para penulis buku.
Saat pelatihan menulis untuk siswa, saya dibantu oleh para Guru Pembimbing Literasi (GPL). Dengan bantuan mereka, para siswa peserta pelatihan ketika menulis langsung kami pantau. Pendampingan menulis dengan pelayanan prima. Siswa dilarang keras membuka hp. Sebelum waktu pelatihan atau pembelajaran siswa wajib mengumpulkan hp di masing-masing wali kelas. Tulisan harus langsung sekali jadi sembari edit sendiri (self editing). Usai menulis ada satu atau dua orang siswa membacakan puisi hasil menulisnya. Yang pada akhirnya puisi hasil menulis mereka dikumpulkan oleh Para GPL. Untuk selanjutnya dikumpulkan dengan pemeriksaan ketat agar terhindar dari karya jiplakan.
Demikian pun saat saya membimbing guru dan tendik. Pelatihan berlangsung seru. Sepintas saya paparkan terlebih dahulu teori menulis puisi. Mulai dari mengapa harus membiasakan menulis, apa itu puisi, dan apa saja unsur-unsur sebuah puisi. Dengan kurang lebih 12 slide, peserta atau guru-guru dan tendik dianggap telah menguasai secara umum tentang teori puisi.
Ada yang paling menarik dalam pelatihan menulis guru dan tendik ini. Pak Haji Agus Guru Seni Budaya semula Ia hanya menulis bentuk paragraf padahal saya suruh untuk menulis puisi. Paragraf yang Ia tulis sebagai berikut.
Selasa Yang terpenuhi
Hari ini Selasa tanggal Tiga Puluh Januari Dua Ribu Dua Puluh Empat, perih perutku menahan lapar. Tapi Didalam hati terbayang akan liwet yang segera akan menghampiri waktu. Tak terasa liwetpun tiba diiringi aneka menu nikmat nan lejat. Terlihat pete yang dengan bercahayanya memanggilku untuk segera melahapnya, tak berselang lama kukumpulkan semua dan kulahap semuanya,, hingga terisilah perutku.
Di iringi dercikan air hujan yang akan mengisi unsur air pada tumbuhan dan pohon yang ada di lingkungan sekolahku. Tibalah waktunya untuk berkumpul dalam rapat, pemaparan ibu kepala sekolahpun dimulai tentang cara dan waktunya menulis,, maka terisilah pemikiranku tentang apa dan cara menulis.
Disela sela rapat akupun sempatkan diri untuk Sholat Zhuhur, karena itu adalah salah satu cara untuk mengisi batinku dan keimananku hingga terpenuhilah kewajibanku sebagai seorang muslim.
Tulisan asli Pak Agus tersebut menggambarkan hal yang dialami Pak Agus (penulis) yang sebenarnya. Dengan kata lain, tulisan ini bergenre catatan harian, yang memaparkan bagaimana dan sedang apa penulis di suatu waktu tertentu. Pak Agus dan guru-guru lain saat itu sedang mengikuti kegiatan bimbingan nenulis dari saya sendiri. Bersamaan dengan kegiatan rapat, serta menjelang acara ngaliwet (makan bersama). Pak Agus mencurahkan isi pikiran secara spontanitas menghasilkan 129 kata. Kegiatan proses awal menulis yang luar biasa.
Selanjutnya, karena saya menuntut peserta pelatihan menulis puisi, akhirnya Pak Agus pun mempara frasa bentuk paragraf/ prosa catatan harian di atas ke dalam bentuk puisi. Walaupun tidak sesempurna mempara frasa, tetapi minimal tulusan itu menggambarkan tema yang sama. Puisi yang hasil menulisnya sebagai berikut.
Cerita Liwet
Karya : Agus Kosasih
Ini hari, Selasa di Januari
Tibalah aku di sekolah Karyamukti
Sekolah di atas awan
Negeri di atas angin
Perih terasa perut ini
Ingat perutku belum di isi
Sesuap nasi
Di siang hari datanglah harapku
Terisi perutku
dengan liwet penuh menu
asin jambal roti
Tempe bakwan penuh arti
dengan petei sambal terasi
Lengkap sudah harapku
Hingga kini kenyanglah perutku
Karyamukti, 30 Januari 2024
Goes’s
Puisi di atas melukiskan pengalaman penulis (Pak Agus). Sebagai penulis pemula, isi puisi cocok dengan apa yang Ia tulis sebelumnya. Walaupun unsur puisi belum terpenuhi minimal ada diksi yang berima sama. Gaya bahasa, atau bahasa konotatif dalam puisi bisa dipelajari dalam latihan menuls puisi lanjutan.
Contoh di atas hanyalah proses pelatihan menulis salah satu peserta. Peserta lain atau Bapak/Ibu Guru dengan ceria menampilkan dan membacakan hasil karya mereka, pada slide sehingga guru lain pun menanggapi dengan rasa suka cita. Naah, sebetulnya nenulis itu mudah, kan? . Hanya saja nenggerakkan orang untuk nenulisnya yang tidak mudah. Apa lagi peserta pelatihan kurang antusias, tantangan akan semakin besar. Tetapi, dalam pembelajaran apa pun serba mungkin. Dan yakinlah, sesuatu saat pasti bisa! Menulis, pasti jadi buku. Semoga!
Bandung Barat, 10 Maret 2024
Catatan Harian Kasek
Mantapss
BalasHapusHtr nuhun Neng!
HapusMantap nih....
BalasHapusSemangat berliterasi....
Aamiin. Siap, mtr nuwun Teh!
BalasHapus