Tantangan dan Keseruan dalam Menulis
Tantangan dan Keseruan dalam Menulis
Tak kan ada badai jika tak ada angin. Angin adalah penyerta badai. Badai itu perjuangan hidup. Tak ada kegiatan tanpa tantangan dan perjuangan. Tantangan adalah seni dan serunya apapun yang kita kerjakan.
Dua perbandingan ilustrasi di atas benar adanya. Salah satu kegiatan yang saya maksudkan adalah kegiatan menulis. Menulis adalah melumpuhkan badai kecakapan dan potensi menulis. Anginnya adalah proses kreatif dari menulisnya itu sendiri. Oleh karena itu sadar atau tidak, setuju atau tidak setuju bahwa menulis adalah perjuangan yang penuh tantangan. Namun, pada akhirnya dari menulislah lahir keseruan dan kebanggaan.
Pramudya Anantatoer mengungkapkan, "Sepandai apapun orang, tanpa menulis ia akan hilang ditelan zaman dan masyarakat." Itu artinya betapa pentingnya kegiatan menulis. Menulis untuk keabadian.
Proses belajar menulis yang saya alami sungguh luar biasa! Ada rasa bahagia, bangga, haru, tetapi juga malas, sulit, dan kecewa. Namun bersyukur, segala rasa ada tersebut adalah sebagai bentuk manusiawi dari seseorang yang sedang belajar menulis. Hal yang menyulitkan dalam menulis pastinya selalu ada. Sebaliknya, hasil menulis yang membanggakan, haru, dan membahagiakan selalu menyertai pula.
Entah berapa puluh atau berapa ratus kali gagal menulis karena tak mampu mengatasi kesulitan, namun beberapa kali terbayarkan dengan kebanggaan dan kebahagiaan dari tulisan yang selalu tumbuh mematri dalam diri hingga konsistensi untuk terus menulis.
Saya masih teringat ketika pertama mencoba menulis dengan mengirimkan tulisan berupa untuk disajikan dalam Seminar Hari Jadi Unesa 2014 lalu. Makalah tersebut lolos seleksi dan diedit oleh Bu Fafi Inayawati. Betapa bahagianya saat itu, ternyata tulisan dan harus disajikan (jadi pemakalah) di depan teman-teman mahasiswa S1 dan S2, telah dimuat dalam Prosseding Seminar. Yang lolos seleksi dari mahasiswa Beasiswa P2TK saat itu adalah tiga orang. Saya dari Bandung, Bu Okto, dan Pak Bastin dari Sulawesi.
Yang paling membanggakan saat itu, ternyata tulisan tentang literasi dalam Prosseding bergandengan dengan tulisan-tulisan dosen, Profesor, dan Dr. yang luar biasa. Termasuk di antaranya tulisan Rektor Unesa, Prof. Budi Darma, termasuk tulisan Dr. Much. Khoiri yang ternyata sudah menjadi skenario Alloh Swt adalah Fonder RVL, Komunitas Menulis yang saya ikuti. Subhanallah!
Ya, itulah jadi penulis. Selalu saja ada yang mengajak mungkin karena membaca tulisan saya, untuk masuk grup nenulis tertentu. Entahlah apakah saya sudah jadi penulis, atau belum, atau penulis pemula. Yang jelas saya masih terus belajar, menulis, dan terus menulis. Tantangan, dan hambatan dalam menulis lebih terbalaskan dengan kebanggaan yang sering didapatkan.
Selanjutnya hal yang membanggakan dari kegiatan menulis pada tahun 2017 saya (Guru SMPN 1 Cililin) bersama dengan Bu Dati (Guru SMPN 3 Ngamprah) mewakili Bandung Barat mengikuti kegiatan Gerakan Literasi Nasional (GLN) di Solo. GLN langsung di bawah naungan Kemendikbud, dan Media Guru. Saya dan Bu Dati lolos kurasi karena telah memiliki buku solo. Dalam kegiatan ini yang diundang adalah guru-guru berprestasi dari nilai tertinggi Uji Kompetensi Guru dan gurpres tingkat nasional. Naah, di sinilah istimewanya menulis dan menerbitkan buku. Alhamdulillah tersaring GLN. Diberi reward dan ongkos Kemendikbud.
Setelah mengikuti GLN ada saja ajakan untuk masuk komunitas menulis dan menerbitkan buku. Sempat satu waktu, hal luar biasa saya alami tulisan hasil best praktis 9 orang penulis meminta kata pengantar dari Pak Satria pegiat literasi Nasional IGI Jatim. MasyaAlloh, dalam kesibukannya waktu itu Beliau sedang kegiatan di Sulawesi bersedia memberi pengantar buku tepat dalam waktu tiga hari sesuai janjinya. Tak terbayang haru, dan bangganya saya waktu itu.
Haru dan bangga lain dari menulis adalah ketika tulisan dimuat di surat kabar cetak atau media online. Salah satunya artikel pendidikan dimuat di kolom Forum Guru Koran Pikiran Rakyat Jabar. Walau baru empat artikel yang dimuat, sebagai penulis pemula, saya merasa bangga dan haru luar biasa. Pernah pula tulisan dimuat di majalah E-Telik (Majalah IKIP Siliwangi) atas anjuran salah seorang dosen ketika hubungan kerja sama MGMP dan PT.
Belum cukup sampai di situ, atas dukungan dan support suami sudah kedua kalinya saya mengikuti kegiatan komunitas menulis, yakni Komunitas Rumah Virus Literasi (RVL) yang luar biasa. Dalam komunitas sungguh mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Ilmu, keterampilan, dan sikap terhadap kegiatan menulis benar-benar berasa dan terpacu untuk terus menulis.
Yang paling membanggakan saya alami kembali ketika salah satu buku solo "Yang Bapak Tanamkan" mendapat pengantar dari Pak Fonder RVL. Lengkap sudah kebahagiaan dan kebanggaan dalam menulis. Seru, dag dig dug apapun namanya. Semoga dengan apresiasi pengantar buku dari Pak Fonder Much Khoiri, saya terus konsisten menulis belajar, dan terus menulis. Terimakasih Abah! Terus bergerak, berliterasi membangun negeri. Bisa!
Alhamdulilah luar biasa. Lanjut
BalasHapusSiap. Mksh!
Hapus