BAPAK DAN SEUPAN CAU
"Pak, Ibu cape ah, membagikan terus seupan cau (pisang yang dikukus) ini. Gantian dong Bapak yang membagikan!" seru Ibu kepada Bapak.
Keluhan Ibu supaya Bapak membantu membagikan pisang kukus atau membagikan pisang hasil kebun, sering saya dengar. Ibu sendiri sering menceritakan pula perihal kejadian pisang dan Bapak ini. Terkadang Ibu sambil tersenyum, terkadang sambil meneteskan air mata.
Ketika Bapak masih ada, kejadian ini sering terulang. Kata Bapak bahwa dengan sering membagikan pisang, ketika di alam kubur saat malaikat mau memukul kita, pasti kukus pisang atau pisang menghalangi pukulan malaikat tersebut. Kami semua mendengar kelakar Bapak hanya tersenyum atau sampai ngakak bahagia. Ah, Bapak! Tinggal kenangan.
Sejak kecil, kami dan pisang seolah tidak jauh dari kehidupan keluarga. Bapak seorang guru juga seorang petani. Penghasilan guru ketika itu tidak seberapa dibanding penghasilan guru sekarang. Dengan memiliki beberapa bidang tanah hasil warisan dari nenek atau kakek, dimanfaatkan Bapak untuk berkebun pisang atau tanaman lainnya, atau bersawah.
Masih melekat di hati sanubari betapa Bapak menikmati dua pekerjaan sekaligus, yakni guru dan petani. Sepulang dari sekolah Bapak membawa cangkul, dan carangka (wadah anyaman berbolong agak besar yang terbuat dari bambu) naik sepeda motor butut untuk pergi ke kebun. Pulang dari kebun selalu saja membawa satu atau beberapa tandan pisang. Pisang tersebut selain di bawa ke rumah, kadang-kadang langsung dijual saat di kebun. Bukan hanya pisang, kelapa pun sering Bapak atau Ibu jual. Karena memang Bapak menanam keduanya. Hasil kebun, saya katakan tadi, memang menjadi mata pencaharian Bapak dan Ibu pula. Gajih guru yang tidak seberapa terbantu dengan hasil kebun ini.
Selanjutnya, kami bertiga ketika masih kuliah bahkan sampai sekarang selalu saja membawa pisang baik pisang mentah maupun matang .
Menjadi anak kost dengan ongkos yang pas-pasan, membawa pisang untuk ganjal perut atau makanan sehari-hari. Tetapi jangan salah! Itu manfaat banget lho! . Beneran! Bisa berebut dengan anak kost yang lain. Jika di kostan pisang tuh tak sempat dikukus, mateng dan sudah menguning dikit langsung dilahap.
Bagaimana dengan di rumah? tadi saya katakan di awal tulisan bahwa selalu saja ada pisang kukus sebagai sajian makanan di pagi hari atau ketika menyuguhi tamu. Itu artinya, sarapan pagi sebelum makanan yang lain, kukus pisang menjadi andalan. Makanya Alhamdulillah, Bapak ataupun Ibu sehat walau sudah berumur lebih dari 70 tahun. Bapak di usia 79 tahun masih mampu mengendarai sendiri sepeda motor Bandung-Purwakarta. Bahkan Bapak setengah jam menjelang meninggalnya pun masih bisa ke jamban hingga tertidur dikursi untuk selama-lamanya.
Mengapa saya ungkap makanan Bapak dan Ibu? Makanan orang tua dulu menurut hemat penulis lebih sehat, karena tanpa penyedap dan jarang sekali makanan atau lauk pauk yang digoreng, apalagi makanan instan, berbahan pengawet, dan sebagainya. Bapak atau Ibu lebih banyak memakan pepes ikan, pepes tahu, atau pepes terung pake nasi, dan sejenisnya, serta ikan bakar dan sebagainya.
Dengan keyakinan kuat membiasakan diri menghidari makanan instan dan selalu digoreng, dipastikan makanan lebih sehat untuk tubuh yang lebih kuat. Salah satunya kebiasaan makan seupan cau/ pisang kukus seperti yang Bapak/ Ibu orang tua kita, membuat tubuh dipastikan lebih kuat dan panjang umur. Panjang umur dalam ekonomi, panjang umur juga secara badani. Semoga!
Bandung Barat, 9 Oktober 2023
Sayang ayah ibu. Pisang mengandung stamina tinggi ternyata
BalasHapusBetul Pak, mtr nuwun!
HapusYa Allah kami juga keluarga penggemar pisang dan singkong.
BalasHapusSemoga kita tidak tergoda dengan makanan kekinian ya.
Betul Bun, minimal tidak meninggalkan makanan tradisional.
Hapus