Memberi Anak yang Mendidik
"Lamun nyaah kabudak tong ditamplokeun sadaya!" ceuk Bapa. Kalimat langsung tersebut adalah ucapan Bapak ketika masih ada yang selalu terngiang-ngiang di telinga ini. Kalimat itu artinya bahwa kalau mengasihi dan menyayangi anak, kasih dan sayang tersebut jangan ditumpahkan atau diberikan semua sekaligus. Sejatinya memberi anak diatur sesuai kapasitas dan perkembangan anak. Cara mendidik dan prinsip Bapak tersebut memiliki nilai karakter dan hikmah luar biasa! Mengapa?
Mengasihi dan menyayangi anak karena Alloh Swt. dipastikan mengasihi dan menyayangi dengan sepenuh hati. Bukan sekadar dalam bentuk fisik, melainkan pula dalam bentuk mendidik. Memberi jajan misalnya, orang tua yang memberi jajan mendidik adalah dengan cara disiplin. Disiplin tidak terus menerus jajan, disipiin tidak menggunakan dan memberi uang sesuka hati. Apalagi dengan prinsip asal anak senang.
Masih teringat ketika cucu pertama Bapak saat itu berusia lima tahun ingin membeli mobil-mobilan. Bapak selalu mengarahkan saya bahwa berikan mainan pada Gardan (anak saya dan cucu pertama Bapak) satu bulan satu kali. Bapak mengatakan pulan mainan itu boleh mahal atau murah, silakan! Yang penting dengan membeli mainan satu bulan satu kali berarti Gardan telah disiplin untuk mendapat dan membeli mainan.
Lucunya, saat ada laporan dari warung bahwa Gardan ingin membeli. mobil-mobilan walaupun kurang uangnya sedikit, Gardan mengatakan ke tukang warung bahwa Gardan mau membeli mobil-mobilan jika Bapak sudah gajihan nanti. Betul! Saat gajihan, baru Garrdan ditawari membeli mobil-mobilan tersebut.
Selanjutnya, saat anak menjelang remaja atau dewasa tidak memberi bekal secara berlebih. Sebaliknya memberi anak dengan uang yang pas- pasan. Artinya, menanamkan bahwa dengan uang pemberian orang tua diharapkan selalu cukup sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Anak misal diberi untuk biaya sekolah per bulan atau per dua minggu.
Banyak hikmah di balik peristiwa mendidik dengan cara pembatasan di atas. Langsung atau tidak langsung mendidik demikian memiliki nilai- nilai yang luar biasa. Nilai tersebut berupa,
satu nilai disiplin. Terbiasa disiplin sejak kecil diharapkan nanti setelah dewasa anak semakin terbiasa hidup dengan pola disiplin.
Kedua, nilai hidup Sederhana. Ketika kuliah dulu, hampir setiap pulang dari kost dan meminta jatah mingguan, Bapak selalu bicara, "Jadi jalma sing prihatin!" Artinya jadi orang itu harus hidup prihatin! Menjaga, Kalau-kalau nanti hidup kita belum berhasil, dengan hidup sederhana hidup tetap terasa indah. Sebaliknya jika sejak kecil sudah terbiasa dengan gaya hidup mewah, jika kita belum sukses, diri akan terasa tersiksa.
Terakhir, Nilai pekerja keras dan mandiri. Hidup melalui menyesuaikan dengan uang pemberian orang tua, kita sudah dilatih bekerja keras dan mandiri. Minimal menahan hawa nafsu untuk tidak selalu memenuhi kebutuhan yang tidak terlalu urgen. Demikian juga dengan hidup bisa hidup mandiri. Mandiri dalam belajar, mandiri memanfaatkan uang yang ada, dan tidak bergantung pada pemberian orang lain.
Dengan memanfaatkan uang pemberian dari orang tua, serta menjadi orang tua yang tidak asal memberi, dipastikan kelak generasi kita akan berakhlak mulia. Peduli orang tua, sesama, maupun peduli lingkungan sekitar. Hidup sederhana, disiplin, dan mandiri, menjadi dasar untuk hidup berakhlak mulia. Semoga!
Bandung Barat, 23 Oktober 2023
Artikel kelima untuk naskah buku
Selanjutnya, saat anak menjelang remaja atau dewasa tidak memberi bekal secara berlebih. Sebaliknya memberi anak dengan uang yang pas- pasan. Artinya, menanamkan bahwa dengan uang pemberian orang tua diharapkan selalu cukup sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Anak misal diberi untuk biaya sekolah per bulan atau per dua minggu.
BalasHapusKelak akan pandai mengatur keuangan. Joz