PEMANTIK
Oleh
N. Mimin Rukmini
Guru
Bahasa Indonesia SMPN I Cililin
Beberapa hari yang lalu,
saya dengan salah seorang teman mengikuti pelatihan dari Yayasan Cahaya Guru
secara daring, yakni lewat zoomeeting. Zoomeeting yang sunguh menguras energi.
Ups! Tahan nafas! Menguras energi, tetapi mengasyikan. Hebat! Pelatihan mengesankan, semoga dapat
menjadi acuan dan inspirasi bagi negeri.
Menggelitik, sekaligus
memantik saya untuk mengutif cuplikan tulisan Ki Hadjar Dewantara saat slide paparan prinsip pembelajaran dalam pelatihan tersebut ditayangkan .
Cuplikan tulisan itu tertera'
"... Kita tahu apa yang
datang bukan pilihan kita, tapi memang betul itu kebutuhan kita. " (Ki
Hadjar Dewantara: 1935). Betul, menarik bukan?
Pendapat Ki Hajar Dewantara
tersebut jika kita kaitkan dengan pembelajaran di saat pandemi COVID-19 yang
berbeda dari pembelajaran biasanya, bukan kemauan kita. Namun,
pembelajaran Era Covid-19 memang betul
itu kebutuhan kita. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah membawa perubahan dan
berdampak terhadap berbagai unsur pembelajaran. Memberikan dampak terhadap
siswa, guru, orang tua, masyarakat, maupun pemerintah. Artinya PJJ memberi
warna kehidupan tersendiri bagi dunia pendidikan. Bahkan bukan hanya dunia pendidikan, korona
telah mengubah seluruh aspek kehidupan manusia.
PJJ secara daring pada
mulanya dianggap pembelajaran eksklusif. Tidak semua guru mohon maaf, mampu
menyiapkan dan menyajikan pembelajaran PJJ secara daring. Dari sekolah yang berada di perkotaan, paling
sekitar satu atau dua orang guru melaksanakan PJJ daring. Itupun jika keadaan
yang menuntut untuk PJJ, misalnya saja guru sedang ada di luar kota. Sekolah
demikian, biasanya sekolah yang tingkat
ekonomi orang tua siswanya berada pada
level masyarakat yang berada atau kaya raya.
Berbeda dengan sekarang, PJJ
menjadi salah satu kewajiban dan kebutuhan yang sangat urgen. Sekolah yang
berada di perkotaan atau perdesaan selama masih terjangkau oleh signal,
pastinya terus berusaha untuk melaksanakan pembelajaran secara daring. Siswa
dan orang tua pun berusaha memiliki anroid sebagai media PJJ. Tak ketinggalan
guru pun belajar IT untuk menopang
PJJ sehingga PJJ lebih menarik.
Membuat PJJ lebih menarik
bagi siswa, guru berusaha sekuat tenaga
untuk belajar IT. Sehingga dengan belajar IT, PJJ walaupun tidak dilaksanakan
secara sempurna , minimal ada langkah yang lebih kreatif dan inovatif.
Lalu bagaimanakah
pelaksanaan PJJ secara real di lapangan?
Pelaksanaan PJJ tidak serta
merta berjalan secara mulus walau telah berlangsung setahun lebih. PJJ
melahirkan sejumlah persoalan yang paling mengerikan sejauh mana anak Indonesia
bisa mengembangkan kompetensinya selama waktu tersebut. Lost learning yang
sering diperbincangkan boleh jadi benar-benar dialami sistem pendidikan kita.
Adakah disebut masa plateu? Stop! Tidak demikian! Pastikan kompetensi anak I ndonesia tetap berkembang!
Kembali merefleksi diri.
Pandemi Covid-19 bukan kemauan kita. Tetapi Pandemi telah menuntut guru untuk
meningkatkan kapasitas belajar, belajar IT, belajar mengatasi PJJ, dan belajar
bagaimana menghadapi anak walau tidak tatap muka. Ada beberapa tips yang dapat
guru lakukan untuk memenuhi tuntutan pelaksanaan PJJ. Tips itu adalah sebagai
berikut.
1. Belajar IT sebagai media
PJJ sungguhlah penting, namun yang paling utama adalah menganalisis dan
memahami kemampuan anak didik itu sendiri dan kemampuan ekonomi orang tua.
Misalnya sajakuota dengan memperhatikan kemampuan dalam kuota siswa, PJJ tidak
terus menerus dilakukan lewat zoomeeting. Tidak terus-menerus memutar video
yang membutuhkan kuota lebih banyak.
2. Memantau terus proses dan
hasil kerja siswa. Sejauh mana siswa belajar dan bagaimana mereka melaksanakan
tugas belajar adalah proses kinerja guru paling utama. Proses kerja siswa saat
PJJ akan terlihat pada hasil kerja mereka.
3. Melayani siswa sepanjang
waktu. PJJ tidak membatasi ruang dan waktu. Karena keterbatasan signal yang
tidak menjangkau seluruh tempat tinggal siswa, menjadikan proses dan hasil
kerja bisa terlambat. Guru harus legowo manakala siswa bertanya kapan pun.
Sebaliknya tidak sampai terjadi siswa bahkan orang tua yang bertanya tidak
ditanggapi guru. Ki Hajar Dewantara
mengungkapkan bahwa kita guru semestinya menghamba kepada siswa. Menghamba agar
siswa selamat dan bahagia.
4. Tetap membangun komitmen
bersama sebagai bentuk kolaborasi antarguru, antara
guru dengan sekolah, penentu kebijakan, orang tua dan siswa. Membangun komitmen bersama adalah bentuk
penanaman karakter memberi tanggung jawab dan kepercayaan, terutama kepada siswa
sebagai subjek belajar.
Dari keempat upaya tersebut
diharapkan peluang sekali gus tantangan dalam PJJ dapat diatasi. Semua
bergantung pada kita guru sebagai pelaksana dan fasilitator PJJ. Hasil kerja
tak kan menghianati prosesnya. PJJ saat COVID-19 awalnya bukan pilihan kita,
namun itu menjadi kebutuhan agar anak dan seluruh warga terus mengembangkan
potensi, belajar tiada henti. Semoga!
Komentar
Posting Komentar