Amplop Penggati Beras

 Mbah pergi dan tak kan pernah kembali Selasa, 1 November 2022. Hari yang mungkin akan selalu saya ingat, selalu terkenang sepanjang zaman. Seiring dengan doa yang selalu saya panjatkan buat Mbah (panggilan Bapak saya, dari cucu-cucunya).


Kala itu, sepintas Mbah sakit tidak terlalu parah. Mamah, Paman, Bibi, mungkin tak sedikit pun menyangka bahwa syakaratul maut akan  menjemput di waktu tersebut. Pukul 17.00 Mbah saya suruh untuk tidur setelah beberapa kali ke air karena telah mengenakan penvers. Betul! Setelah diberi minum dan memang sulit untuk menelan air, Mbah seperti tertidur. Padahal mungkin di saat itulah Mbah telah dijemput malaikat Izroil. Kurang lebih pukul 17.30 Mbah telah menghembuskan nafas terakhirnya, pulang ke Pangkuan Ilahi. Innalillaahi wainnailaihi roziun. 


Mata Mbah telah tertutup. Tertutup urusan dunia,  kecuali amalnya, doa anak soleh, serta ilmu yang bermanfaat. Seperti pada umumnya jenazah Mbah yang semula tidur di kursi panjang di teras dapur,  dipindah ke tengah rumah agar kerabat dan keluarga leluasa mengaji atau menduakan Mbah. 


Pagi hari keluarga, tetangga, sahabat dan handai  toulan melayat kami yang sedang berduka. Kebiasaan di kampung, melayat dilakukan dengan cara memberi beras dalam wadah (baskom) lalu beras ditukar  dengan amplop berisi uang senilai seratus ribu rupiah, Isi amplop berdasarkan kemampuan dan kesepakatan keluarga ahli waris. Sungguh, ini tradisi yang perlu direnovasi. 


Menurut hemat saya, membagi amplop pada para pelayat tidak ada salahnya jika yang berduka rela dan mau berbagi. Keluarga tidak merasa terpaksa sebaliknya, memberi secara iklas. Mewadahi amplop saat itu sekitar 600 amplop. Sementara keluarga menerima amplop, sementara itu pula jenazah Mbah diurus, dimandikan, dikafani, dan disalatkandisalatkan. 


Ada  cerita dibalik duka ketika  menerima beras. Salah satu wadah berisi baskom sampai 9 baskom, artinya berisi beras kurang lebih 9 liter. Keluarga yang membantu untung ktritis, Mereka mengganti isi amlop bukan 100, melainkan 20 ribu rupiah. Dengan demikian, tradisi seperti ini mendatangkan mudarat. Di satu sisi menjadi amal kebaikan, di sisi lain ada celah bagi orang  yang tidak bertanggung jawab. Betapa tradisi ini menyingkap tabir tradisi yang perlu sedikit direnovasi. Semoga! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

YANG BAPAK TANAMKAN

KOORDINASI MEMBANGUN SINERGITAS YANG TUNTAS