Cerpen, DUA PULUH RIBU UNTUK ANI

 DUA PULUH RIBU UNTUK ANI


Langkah lunglai mulai dirasakan Bu Eli ketika karung barang rongsokan sudah hampir terisi penuh. Perut kosong karena sedang  puasa sesekali menjerit mendayu-dayu minta isi. Mentari tepat berada di atas kepala Bu Eli. Sang Raja siang benar-benar sedang memancarkan sinar yang maha dahsyat. Teriknya menembus kulit Bu Eli yang usianya sudah lebih dari setengah abad. Di tambah lagi, ia menggendong karung rongsokan lusuh. Pakaiannya pun terlihat tipis lusuh karena dimakan usia. 

Kedua mata Bu Eli, terus saja jelalatan mencari botol dan gelas plastik, serta barang rongsokan yang sekiranya sudah dibuang oleh pemiliknya. Dalam hatinya, Bu Eli selalu berdoa, semoga siang ini ia mendapat uang lebih dari biasanya. Mimpinya satu, di hari ulang tahun ke-17 putri sulungnya yang bertepatan dengan hari Nuzulul Quran Bulan Ramadan ini, ia ingin sekali membelikan kue bolu kecil yang selalu dilihatnya di toko ujung Jalan Andir. Kue bolu berlapis coklat dan keju yang harganya jelas hanya 20 ribu. 

Bu Eli terus berkeliling mencari asanya. Sesekali, ia menyeka keringatnya. Sesekali juga, jika ada orang yang sedang diam pinggir jalan sedang duduk santai atau bekerja yang ia lewati, Bu Eli manggut-manggut permisi atau mohon izin mencari botol di sekitar orang yang terlewati tadi. Entah berapa kilo meter Bu Eli berjalan mencari nafkah untuk dua anaknya. Si Sulung, Ani baru saja lulus SMP, mungkin bulan Juli mendatang masuk SMA. Sedangkan Si Bungsu, Didi, baru kelas 3 SD. 

Sebenarnya, Ani sudah melarang ibunya untuk bekerja dan mencari barang rongsokan. 

"Ani sudah besar Bu! Sekarang, Ani yang akan menggantikan posisi Ibu untuk bekerja, dan menyekolahkan Dik Didi," kata Ani pada ibunya, hampir di setiap waktu. 

Kadang-kadang, di sela hari libur sekolah atau pulang sekolah lebih awal, Ani seringkali turut membantu ibunya berkeliling mencari barang rongsokan. 

Namun, Bu Eli juga tetap pada pendiriannya. Ia selalu menjawab dengan kalimat yang sama. 

"Mencari uang tetap tanggung jawab Ibu, Nak! Kalian berdua lebih baik sekolah yang semangat walau serba kekurangan! Selama Ibu masih sehat, Ibu senang bisa menyekolahkan kalian."

Keinginan Ani dan Didi untuk membantu Ibunya, serta prinsip Bu Eli dengan keteguhan hati untuk terus bekerja keras, menjadi rasa bahagia mereka dalam menjalankan pahitnya kehidupan. 

Mimpi, dan lamunan asa, juga rasa cinta kepada dua anaknya, yang menjadi rangkulan semangat Bu Eli selama berjalan berkeliling mencari segenggam asa. Selama itu pula, Bu Eli senantiasa melantunkan istigfar, atau mengucap hamdallah akan hidup dan perjalanan yang Ia lalui. 

Di sisi lain, terkadang pikiran Bu Eli jauh menerawang pada suami yang telah pergi untuk selama-lamanya. Ia ingat akan bagaimana penyakit suaminya dulu. Penyakit kanker tulang yang telah menggerogoti fisik suami dan menguras harta keluarga. Hingga jungkir balik, Bu Eli berusaha mencari barang rongsokan. Semuanya menjadi kisah luar biasa, yang senantiasa menempa ketangguhan hidup Bu Eli. 

Bu Eli sesekali tersenyum pula, mengingat bagaimana dulu dia memiliki rumah dan kendaraan saat anak-anak masih berumur 2 dan 8 tahun. Lalu, suaminya mulai  sakit-sakitan, hingga mobil, rumah, dan tabungan habis digunakan untuk berobat. Meminjam ke sana ke mari pada keluarga pihak Bu Eli dan suami, dengan berbagai dinamika penuh caci maki. Yang pada akhirnya, suami menuju peristirahatan terakhir. 

Lain dulu saat bahagia dan saat sakit suami. Lain pula sekarang di perjalanan dan sedang mencari barang rongsokan. Bu Eli kembali menyadari keadaan. Ia terus berusaha mencari barang rongsokan. 

Tak disangka, ketika Bu Eli menjepit salah satu gelas plastik, terlihat oleh Bu Eli dompet kecil berwarna coklat, tepat di bawah pohon beringin di ujung tempat parkir, di samping Borma. Bu Eli menengok ke kiri dan ke kanan. Melihat keadaan yang sepi, Bu Eli langsung mengambil dompet itu. Lalu, ia duduk sambil membuka dompet. 

"Ya, Alloh! Dompet siapakah ini? Adakah uangnya? Sepertinya banyak uangnya," gumam Bu Eli dalam hatinya, antara bahagia, kaget, dan bingung. 

Bu Eli sangat ingin penghasilan hari ini minimal dapat dua puluh ribu. Setelah dilihat, dalam dompet tersebut, terdapat uang ratusan sebanyak 30 lembar lebih. 

Lengkap pula di dalam dompet itu beberapa kartu, KTP juga kartu lain yang entah apa. 

"Nah, ada KTP-nya, bagus! Oh, Pak Andi, jalan Margaasih 2. Kuberikan ah, kasihan!" seru Bu Eli, penuh semangat. Ia berdiri lalu pergi mencari alamat berdasarkan KTP dalam dompet. 

Pelan namun pasti, akhirnya Bu Eli sampai di tempat si pemilik dompet. Rumah yang dituju Bu Eli ternyata rumah besar dan mewah. Di depan rumah, ada pos penjagaan. Bu Eli mohon izin untuk bertemu dengan Pak Andi. Satpam menyuruh Bu Eli duduk. Satpam kemudian berdiri dan lanjut memberi tahu majikannya. 

Dari kejauhan, terlihat oleh Bu Eli, satpam diikuti oleh seorang remaja berparas cantik. Sampai di depan Bu Eli, Remaja itu bertanya dengan ketus. "Ibu ada keperluan apa dengan Papah saya?"

"Mau mencari, maaf! Barang rongsokan?"

"Di sini bersih Bu, tak ada barang rongsokan."

Remaja cantik itu berkata demikian karena memang melihat Bu Eli membawa karung kumal berisi barang rongsokan. 

Bu Eli hanya menggelengkan kepala sambil menunduk lalu menjawab, "Tidak Neng, saya tidak akan mencari rongsokan di sini. Ini saya hanya ingin menyampaikan dompet yang mungkin ini dompet Bapak Neng Geulis." 

Bu Eli mengeluarkan dompet dari dalam karung. 

"Oh, ya. Kok Bisa? Ibu ambil di mana? Dari mobil Papah saya, atau dari dalam tas?" seru remaja cantik itu dengan angkuhnya, sembari merebut dompet dari tangan Bu Eli.

Entah dari mana datangnya, orang tua paruh baya menghampiri remaja cantik itu, dan berkata, "Ada apa, Tanti? Kok begitu sikap kamu? Itu kan tamu. Santun dikit, Nak!"

"Ini Pah, dompet Papah. Mungkin diambil sama Ibu ini, " ungkapnya, sembarangan. 

"Stop! Bicara seenaknya." timpal papanya Tanti. 

Pak Andi mengambil dompet dari tangan Tanti. Dengan santun, Pak Andi pun meminta maaf pada Bu Eli atas sikap anaknya tadi. Pak Andi membenarkan bahwa betul dompet itu adalah dompetnya. 

Pak Andi mengatakan bahwa tadi pagi, dia memang membeli buah-buahan di Borma untuk persiapan nanti malam acara Nuzulul Quran dan ulang tahun Tanti anaknya itu yang ke-15. Pak Andi menceritakan pada Bu Eli bahwa ia baru menyadari dompetnya hilang setelah mendengar dari kejauhan pembiacaraan Tanti dan Bu Eli di Ruang Satpam. 

Pak Andi memeriksa isi dompetnya. Dia sadar betul bahwa tadi uangnya masih tersisa 3 juta rupiah. Pak Andi memberi dan menyodorkan 3 lembar uang ratusan pada Bu Eli sebagai ucapan terimakasih. 

Bu Eli, dengan wajah sumringah, menerima uang itu, tetapi ia kembalikan lagi pada Pak Andi. 

"Pak, mohon maaf! Terima kasih. Uang ini saya terima, tapi saya kembalikan lagi Pak." seru Bu Eli, sembari mengembalikan uang. 

"Saya hanya ingin dua puluh ribu saja, untuk membeli kue bolu anak saya." kata Bu Eli. 

"Sama dengan Neng Geulis, anak saya yang sulung mau ulang tahun nanti malam," tambahnya. Harapan Bu Eli sungguh-sungguh. Ia sejak pagi berkeliling untuk menukar barang dengan uang dua puluh ribu. 

Pak Andi dan Tanti berkaca-kaca mendengar cerita Bu Eli. Pada akhirnya, Bu Eli setengah dipaksa diantar pulang oleh Pak Andi dan Tanti, dengan terlebih dahulu mengajak Bu Eli ke toko untuk membeli baju. Baju Bu Eli, Ani, Didi dibelikan sekaligus. Bu Eli, dan dua anaknya, juga dipaksa untuk hadir di rumah Pak Andi ikut acara Nuzulul Quran dan syukuran ulang tahun Tanti dan Ani. 

Di perjalanan, Bu Eli bercerita banyak karena ditanya terus oleh Pak Andi dan Tanti. Sampai di rumah, tak terbayang gembiranya mereka. Pak Andi dan Tanti setia menunggu di teras rumah kontrakan Bu Eli yang kecil. 

Singkat cerita, Bu Eli, Ani, dan Didi mengenakan pakaian baru pemberian Pak Andi. Mereka bahagia dibawa ke rumah Pak Andi dan Tanti untuk merayakan Hari Nuzulul Quran dan syukuran Ulang Tahun Tanti dan Ani. 

Tanti baru menyadari bahwa di balik cerita dirinya yang hidup serba ada, ternyata ada sosok Bu Eli yang luar biasa, jujur, dan pekerja keras mencari dua puluh ribu hanya untuk kebahagian di hari ulang tahun putrinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

YANG BAPAK TANAMKAN

Kopdar Tiga dan Hal Tak Terduga