Puasa, Menulis, dan Konsistensi untuk Terus Berliterasi
Beberapa waktu lalu saya terinspirasi video Tiktok Moch. Choiri Dosen Unesa tentang waktu utama menulis. Dalam video itu pun sedikit disinggung pula kaitan makna puasa untuk memperbaiki diri secara konsisten.
Sungguh isi video tersebut membuat saya termotivasi untuk terus menulis dan menulis. Lebih luas lagi ingin tetap tawadlu dalam berliterasi.
Kembali pada makna puasa, puasa adalah menahan makan dan minum dan segala apa yang membatalkan puasa dengan tujuan untuk meningkatkan iman dan taqwa pada Alloh Swt. .
Proses meningkatkan ketaqwaan melalui puasa bukan hal yang mudah. Puasa memerlukan kesabaran, disiplin dan mendidik diri peduli lingkungan, serta menahan hawa nafsu dari apa yang membatalkan puasa. Artinya, puasa itu menata diri dan perilaku agar hidup lebih sistematis sesuai dengan aturan dan apa yang telah digariskan Alloh Swt.
Dengan menahan lapar dan minum diharpkan dapat merefleksi diri merasakan fakir miskin bagaimana perihnya mencari asa dan menunggu sesuap nasi, serta menunggu belas kasih dari orang lain. Demikian pula secara medis, betapa puasa dan amal ibadah penyerta puasa, taraweh dan sebagainya meningkatkan kebugaran dan kesehatan tubuh. Pendek kata, puasa meningkatkan kesehatan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Selanjutnya, menulis menurut wikipidea adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis melahirkan gagasan atau pikiran. Saat melahirkan gagasan atau pikiran itulah proses menata dan menyusun apa yang digagas dan d ipikirkan itu.
Tidak mudah menata apa yang dipikirkan. Artinya menulis adalah proses. Semakin sering menulis dan konsisten menulis, tulisan am,kan semakin ajeg dan efektif. Bumbu menulis pastinya banyak membaca. Menulis dan membaca paketan lengket untuk menjadi penulis hebat. Intinya dua kegiatan menulis dan membaca menjadi dasar literasi hidup untuk menunjang enam kegiatan literasi dasar yang lain, yakni literasi bahasa (membaca dan menulis), numerasi, saint, digital, dan literasi finansial. Keenam literasi dasar tersebut menjadi pondasi agar kita terus bertumbuh dan berkembang.
Kembali pada kegiatan puasa sebagai ajang menempa diri agar hidup lebih konsisten dalam kinerja, karya dan ibadah, menulis pun demikian. Puasa menjadikan ajeg dalam hidup, menulis pun ajeg di dalam karya hingga hidup lebih bermakna, abadi, menata, dan peduli terhadap apa yang dilihat, diraba, didengar, dicium dan sebagainya. Dengan kata lain, menulis yang konsisten adalah literasi diri yang akan terus abadi. Semoga!
Bandung Barat, 15 Mei 2023
Komentar
Posting Komentar