Perguruan Taman Siswa dan Pendidikan Karakter

 Beberapa waktu yang lalu bersama komunitas Rumah Virus Literasi (RVL)  saya mengunjungi Perguruan Taman Siswa Ki Hajar Dewantara Jogjakarta. Sesuai dengan rowndoun acara, kami disambut dengan upacara penyambutan tamu secara resmi. Jajaran Perguruan mengenakan seragam corak adat budaya Jawa menyambut tim RVL dengan penuh hormat dan santun ala kerajaan dulu. 


Dengan tertib dan penuh hidmat saat memasuki   perguruan  Nyi Ageng dan tim  mengalungkan bunga kepada founder RVL Dr. Moch Khoiri sebagai lambang persahabatan. Selanjutnya kami diarahkan mereka duduk dengan posisi  melingkar bersiap untuk menerima paparan materi perguruan yang luar biasa. 


Sebutan Nyi, Ki, dan dewan perguruan sungguh menandakan budaya yang kental dan arif dengan budaya Jawa. Hal ini terdengar ketika disampaikan oleh pemandu acara. 

Kami disambut oleh ketua tim perguruan lewat sambutannya bahwa mereka merasa bahagia RVL yang bergerak di bidang literasi juga peduli terhadap perguruan yang merupakan cikal bakal perjuangan pendidikan di Indonesia. Pendidikan sekarang yang berkiblat dari Ki Hajar Dewantara seyogyanya perguruan peninggalannya pun dikenali dan dilindungi. 


Selanjutnya, penampilan narasumber Nyi Ageng yang tidak lagi muda, membuat kami terpesona. Paparan beliau tentang perjuangan Ki Hajar Dewantoto sedari kecil yang dibesarkan di Istana, hingga keluar masuk penjara oleh Belanda. Ki Hajar sejak masih di istana sudah merakyat. Hal ini dengan menyebutkan diri dan istrinya Nyi dan Ki. Beliau suka main bersama rakyat di luar istana. Hingga muncul pada dirinya kemauan untuk membelajarkan pula masyarakat sekitar dan masyarakat pada umumnya. Yang pada saat zaman Belanda itu, masyarakat pribumi yang bukan pejabat dilarang bersekolah atau mendapatkan pendidikan. 


 Istri Beliau (Ki Hajar Dewantara) Nyi Sutartinah, memiliki watak hampir sama dengan Ki Hajar Dewantara. Setelah keluar masuk penjara, Kihajar dan istrinya mengubah taktik perjuangan, yang tadinya lewat tulisan, sekarang ke kancah pendidikan yang disebut  Perguruan Taman Siswa. 


Usai menerima materi, selanjutnya kami  RVL bertolak ke musium Taman Siswa dan makam Taman Wiyata Brata. Di musium terdapat beberapa peninggalan Ki Hajar, termasuk tempat tidur, dan mesin tik peninggalan Ki Hajar Dewantara. 


Situasi di makam  keluarga keraton tersebut luar biasa. Kami dipandu untuk berziarah ke makam keluarga Ki Hajar Dewantara. Di antaranya secara langsung ziarah di Makam Ki Hajar, istri, dan dua anaknya. Makam Ki Hajar dan keluarga yang disebutkan tadi lebih tinggi posisinya dibanding makam keluarga keraton  lainnya. 


Adab berziarah yang paling berkesan ketika memasuki posisi makam yang lebih tinggi tersebut, kami semua melepas alas kaki ( sandal/ sepatu). Kami berkeliling menabur bunga sambil berdoa di atas pusara secara bergiliran. 


Selesai tabur bunga dan berdoa. Kami dipandu untuk turun ke pelataran khusus dengan posisi duduk dan melingkat seperti mentoring. Sebagaimana dikemukakan penyaji atau pemandu, bahwa pelataran ini sengaja dibuat sebagai tempat perkuliahan mata kuliah  tertentu Perguruan Taman Siswa. Dalam hati saya bergumam, "Pantesan pelataran di tengah- tengah makam ini indah, ya karena tempat menimba ilmu juga, 


Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 13.an, kami tim literasi kembali ke BBPMP Seni dan Budaya. Kami membawa kenangan indah dari Perguruan Taman Siswa dengan membawa sejuta harapan baru untuk dunia pendidikan yang lebih baik, maju, dan merdeka. Semoga! 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

YANG BAPAK TANAMKAN

KOORDINASI MEMBANGUN SINERGITAS YANG TUNTAS