LEMPAR JUMROH AQOBAH

 


LEMPAR JUMROH AQOBAH


Jumat, 6 Juni 2025 Subuh menjelang pagi usai mabit di Muzdalifah setelah lama menunggu bus pada akhirnya saya dan rekan jamaah satu rombongan beserta ribuan jamaah lain dari Muzdalifah berjalan menuju jamarot. Subhanallah! Pelan namun pasti, semua jamaah bergerak seperti semut menyusur jalan aspal. Tanya terus bertanya rekan tetangga kamar hotel Neng Lutfi yang memiliki aplikasi jarak pada  jam tangannya mengatakan bahwa jarak dr Muzdalifah ke Jamarot kurang lebih 8,82 Km. Jarak tempuh berjalan kaki yang sungguh luar biasa! 


Selama perjalanan, selama itu pula kami menemukan pengalaman-pengalaman yang istimewa. Istimewa keadaan kiri kanan jalan hamparan bukit batu dan gunung. Istimewa menyusur jalan dengan umat manusia dari berbagai macam ras. Tak lupa di sela zikir dalam diri atau sama-sama mengucapkan talbiah. 


Sesekali saya minum atau berhenti sejenak sekadar melihat kawan jamaah yang uzur, naah inilah yang lebih istimewa lagi. Ada tiga jamaah yang menggunakan kursi roda, dua roda Bu Dar Yani dan Bu Nur masing-masing didorong oleh para suami mereka. Sementara Pak Karu secara bergantian mendorong satu roda lagi Bapak Sesepuh kami,  (Bapak dari Bu Nur) dengan umur paling tua yakni 94 tahun. Subhanallah!  Dengan mendorong roda Pak Suhayat (Ramanda Bu Nur)  bergantian, sungguh rombongan kami memiliki  kepedulian dan kerjasama yang hebat dan kompak. 


Lalu, ketika hampir mendekati letak jamarot, dengan kondisi pagi menuju siang mentari semakin menyengat kulit, kami beristirahat dan menunggu salah seorang jamaah ke toilet, tak disangka Bu Eulis sakit. Ia kelihatan pucat pasi dengan keringat dingin basah sekujur badan. Sembari duduk, lantas saya pijit bahunya karena memang biasa sesekali saya pijit. Jika saya pijit biasanya Ia bersendawa seperti enak seolah keluar angin, dari kondisi masuk angin. Lho, saat itu Ia tak bersendawa. Eeh, malah Ia pingsan. Ia ditidurkan di pinggir jalan dengan menggunakan alas plastik yang dibawa sebagai persediaan untuk di muzdalifah tadi malam.


Beberapa saat saya, suami, dan kawan jamaah istirahat sambil menunggu Bu Eulis siuman. Pak Helmy (Karu) beruntung saat itu bertemu dr petugas haji di samping ada pula sebetulnya Pak dr Muga, dan istri yang menangani Bu Eulis. Kurang lebih setengah jam kami menolong Bu Eulis. Petugaa kesehatan yang patroli pun ikut memeriksa Bu Eulis. 


Setelah dirasa Bu Eulis cukup segar dan pulih, diputuskan Bu Eulis pun naik roda didorong oleh suaminya Pak Cece. Dengan demikian, yang uzur di rombongan jamaah kami menjadi empat orang. Dengan sabar, cape, dan tetap semangat untuk mencapai Jamarot, kami kembali meneruskan perjalanan bersama ribuan jamaah lain di tengah terik sinar matahari. 


Dengan tetap mengucapkan talbiah, akhirnya kami sampai di  Jamarot. Saat ini akan melempar jumroh Aqobah. Tujuh batu yang telah disiapkan sejak kemarin, saya lempar satu persatu. Setiap lemparan mengucapkan Allohhuakbar. Setelah selesai satu lemparan menghadap ke arah kabah sambil berdoa, begitu seterusnya sampai lemparan ketujuh usai.


Halangan, rintangan, perjuangan lempar jumroh Aqobah sejak berjalan kaki dari Muzdalifah hingga jamarot selesai sudah. Pak Karom mengungkapkan bahwa sejak Beliau menjadi pembimbing haji, baru perjalanan haji melempar jumroh saat  ini adalah perjalanan  paling jauh. Muzdalifah - Jamarot. Kami kembali ke hotel dengan berjalan kaki kurang lebih 1, 5 km.


Rawaf Mina, 17 Juni 2025])

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembelajaran dari Kedatangan Seekor Kucing Sakit

YANG BAPAK TANAMKAN