Kerja Bakti Mengikat Kepribadian Negeri

 


Terdampak banjir dan tanah longsor menjadikan sekolah dan kelas khususnya kelas 7A berantakan tak karuan. Tembok belakang sebagian rebah dan bolong. Begitu pun kaca dan kusen hancur. Kelas masih dikunci belum dibereskan atau dibersihkan dengan alasan untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan terjadi kembali. Setelah berkoordinasi dengan komite dan perangkat desa, serta rapat orang tua dan menghasilkan keputusan bersama, baru kemudian kelas terdampak dan timbunan tanah longsor dibersihkan, ditata kembali, dan dirapikan melalui kerja bakti. 


Ketika kelas 7A masih terkunci, hanya terlihat kelas kotor berlumpur dengan kursi dan meja berantakan akibat luapan  banjir lumpur dan  dan tanah tersebut. Namun  saat kerja bakti dan kelas secara bergotong royong dibersihkan, ternyata dalam kelas ada lubang besar yang dimungkinkan air merembes lewat celah besar bawah tanah. 


Kerja bakti sebagai kerja bergotong royong tanpa upah untuk kepentingan bersama, kami laksanakan hari ini, Minggu, 10 Desember 2023. Kerja bergotong royong melibatkan orang tua siswa, guru dan tendik, komite, perangkat desa, serta masyarakat di RT/RW sekitar lingkungan sekolah. Kurang lebih sembilan puluh orang dengan cangkul dan peralatan seadanya secara suka rela mereka bersama-sama menata kembali material TPT dan tanah yang menobros bangunan kelas. Sungguh, luar biasa, bukan?


Saya sejak awal diberi tahu  oleh Pak Ketua Komite bahwa  orang tua dan masyarakat di wilayah ini  jika mereka telah paham tentang apa yang menjadi target sekolah, mereka akan dengan mudah diajak bekerja sama. Termasuk kegiatan kerja bakti yang telah berurat berakar menjadi ciri kepribadian bangsa kita. Ketika dalam rapat orang tua Kamis, 7/12/23 kemarin diputuskan bahwa semua orang tua wajib hadir dalam kerja bakti, akhirnya mereka  menyetujui hasil rapat. Tanpa paksaan pula, yang tidak akan bisa hadir dengan suka rela memberi bantuan alakadarnya untuk membeli konsumsi yang kerja bakti. 


Seperti yang terjadi hari ini, para bapak bekerja bakti mencangkul gunungan tanah longsor. Sebagian ada yang merapihkan gunungan tanah itu, atau mengangkut tanah ke tempat yang lebih jauh, hingga area sekitar kelas agak luas untuk jalan air. Sementara sebagian bapak -bapak yang lain ada yang membuat selokan di belakang kelas yang sudah diratakan tanahnya. Ada pula yang mengeluarkan tanah dari dalam kelas. Paling salut, ada enam orang ibu  mengangkut tanah  pake karung digotong berdua. 


Di sisi lain dari ruang guru Ibu-ibu guru dan komite menyiapkan makanan untuk konsumsi yang bekerja bakti. Keakraban, kerja sama,  antara sekolah, orang tua dan masyarakat sungguh keren! Ciri masyarakat dalam bergotong royong dan bekerja bakti telah menjadi kepribadian yang berurat dan berakar. 


Bekerja bakti telah memberi manfaat hebat. Di antaranya adalah meringankan pekerjaan yang dilakukan, menumbuhkan sikap kekeluargaan, mengajarkan sikap bekerja sama dan membangun kepedulian. Sekolah telah diringankan beban kerjanya. Pekerja bakti dengan sukarela dan peduli membina kerja sama  antara, sekolah, masyarakat, perangkat desa, secara akrab dan harmonis. 


Dengan demikian, bencana banjir dan tanah longsor telah memberi hikmah dan pembelajaran yang luar biasa! Selaku pimpinan sekolah saya belajar bagaimana mengondisikan keadaan dan koordinasi dengan pihak terkait menjadi pengalaman yang diharapkan semakin memantapkan kinerja yang lebih berarti bagi lembaga. Hingga terlaksananya kerja bakti, telah mengikat kepribadian negeri ini. Semoga! 


Perjalanan pulang dari Pengandaran, 10 Desember 2023


Komentar

Postingan populer dari blog ini

YANG BAPAK TANAMKAN

KOORDINASI MEMBANGUN SINERGITAS YANG TUNTAS