Syukuran Memotong Kambing

 


Dengan prinsip bahwa saya terjun di lapangan nanti akan nyamankan diri, guru, warga sekolah, dan lingkungan sekolah, sehingga pada saat ada tawaran sesuatu yang sekiranya baik dan membuat nyaman bahkan berubah ke arah lebih baik, saya dukung seoptimal mungkin. Seperti halnya saat itu sekitar bulan Februari, ketua komite mengajak kami, sekolah untuk melaksanakan syukuran bersama. Atas kesepakatan dengan guru dan tendik, akhirnya syukuran itu siap dilakukan. 


Ketua komite atas anjuran dari tokoh masyarakat, mengharapkan sekolah mengadakan syukuran. Syukuran sebagai ungkapan  doa agar sekolah lebih maju dan selalu  ada dalam lindungan Yang Maha Kuasa. Alasan mereja, sekolah sudah beberapa tahun belum mengadakan kegiatan  syukuran bersama. 


Dalam pelaksanaan syukuran, tidak serta-merta kami sekolah dapat mengambil waktu atau hari sesuai waktu luang sekolah. Hari dan waktu pelaksanaan syukuran ditentukan oleh komite berdasarkan hitungan tepat tokoh masyarakat setempat, yakni syukuran mesti dilaksanakan tanggal 6 Maret 2023. Semula saya kaget, namun saya pun akhirnya menyadari hal itu. Dalam pikir berkata, "Oh, berarti kearifan lokal atau  tradisi syukuran ala pilemburan (perkampungan) masih kuat." 


Hitungan waktu hajatan atau syukuran masih kuat melekat dalam kehidupan masyarakat. Bukan hanya hitungan waktu yang diperbincangkan, komite pun menganjurkan sekolah, syukuran dengan memotong kambing. Kambing yang berwarna hitam. 

Saya pun bertanya, "Kepala kambing, tidak dikubur kan, Pak?"

Dengan tegas ketua komite menjawab, "Tidak, Bu! Semua dimasak dan nanti dimakan bersama dengan warga sekolah. "

Saya paham dan menyetujui segala apa yang diungkapkan ketua komite.


Singkat cerita, setelah direncanakan bersama secara matang, syukuran dilaksanakan sesuai waktu di atas. Kambing hitam dipotong  oleh tokoh masyarakat setempat yang biasa diundang untuk memimpin doa syukuran. Komite, Bapak, Ibu guru, stap TU, dan petugas kebersihan secara kompak, bersama-sama ambil bagian pekerjaan dalam syukuran tersebut. Ibu-ibu saling membantu memasak nasi dan sayuran. Sementara Bapak-Bapak menyiapkan tungku untuk memasak, sebagian yang lain  Bapak-Bapak, menguliti, mengurus, dan membersihkan kambing hingga siap dimasak. 


Sementara itu pula  saya pun berbincang-bincang dengan komite dan dua orang sesepuh atau tokoh masyarakat tadi tentang keadaan dan kebiasaan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah.  Sesepuh itu mengemukakan bahwa  dengan mengadakan acara syukuran diharapkan sekolah akan lebih maju, siswa dan siswinya pada pintar dan berahlak mulia. 


Lumayan lama memasak kambing dan menyiapkan makanan syukuran. Padahal bumbu  daging kambing sudah disiapkan  dari rumah oleh Ibu-Ibu yang masak tersebut. Tetapi karena kebersamaan, menjelang pukul 16.00, akhirnya masakan dan maksnan dalam syukuran itu siap saji! 


Makanan hasil memasak dipisah jadi dua. Yang satu disajikan dalam wadah yang cukup untuk 4 orang. Yang satu lagi tetap dalam wadah semula, disajikan untuk makan bersama bagi semua yang hadir. Makanan untuk empat orang tadi dibawa ke dalam dengan cara lesehan di ruang TU. Sedangkan yang untuk makan bersama, disajikan dengan cara lesehan di lantai  depan ruang guru. 


Saya berikut Ketua komite dan dua orang sesepuh lesehan melingkar di ruang TU. Makanan yang disajikan tadi ditanbah secangkir kopi, ada bunga, juga kemenyan. Saya berempat berdoa bersama dipimpin langsung Sesepuh sembari membakar kemenyan. Doa yang diucapkan seperti biasa doa sehari-hari yang biasa kita lakukan setelah salat. Ya, ada pula yang ditujukan langsung berdoa untuk para sesepuh di kampung yang telah meninggal dunia. 


Seperti yang sudah dikomando, usai berdoa kami makan berempat di dalam ruangan TU, yang di luar pun sama-sama sudah siap menyantap makanan secara melingkar. Tidak lupa, beberaoa tetangga dekat sekolah pun diberi makanan dengan di antar ke rumah tetangga itu. Sungguh, pengalaman kebersamaan yang luar biasa. Sekitar dua puluh orang makan bersama dalam suasana kegembiraan. 


Syukuran motong kambing di sekolah memberikan hikmah dan pembelajaran yang luar biasa. Membangun kebersamaan, keakraban antara sekolah, komite, dan masyarakat, juga kebersamaan, dan keakraban antarwarga sekolah itu sendiri. Bersama dalam kebahagiaan, bersama pula membangun kinerja menggerakkan sekolah untuk lebih baik dari kenerja yang sudah tertata. Bisa! 


Bandung Barat, 16 Desember 2023

Memoar dan catatan harian kepala sekolah. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

YANG BAPAK TANAMKAN

KOORDINASI MEMBANGUN SINERGITAS YANG TUNTAS